Kabar

Memakmurkan Pengajian Muhammadiyah

Oleh:

Yandi

(Ketua PCM Ciawi – Tasikmalaya)

Menurut pak AR Fakhrudin pengajian adalah ruhnya Muhammadiyah. Tanpa pengajian Muhammadiyah ibarat jasad yang kehilangan nyawa, tegasnya. Apa yang dikatakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama yang jenaka ini benar belaka. Persyarikatan tanpa pengajian akan terasa hampa, kosong tanpa jiwa, yang tersisa tinggallah kemegahan AUM dan kantornya.

Secara historis di pengajian pula para pendahulu Muhammadiyah ditempa dan dibina menjadi kader militan yang menyebarluaskan dakwah Muhammadiyah. Ada nama-nama yang sudah sangat familier bagi para aktivis Muhammadiyah seperti Kyai Sudja, H. Fahrudin, H. Muhtar, Kyai Hisyam, Ki Bagus Hadikusumo, Kyai Hadjid, semua adalah output pembinaan pengajian Muhammadiyah.

Betapa pentingnya pengajian sehingga Kyai Dahlan di fase-fase awal terbentuknya Muhammadiyah memimpin beberapa pengajian di berbagai komunitas jamaah, sebagaimana bisa kita baca di buku biografi pak AR Diantara pengajian itu adalah Qismul Arqa, Sapa Tresna, Fathul asror wa Miftahus Saadah dan Ikhwanul Muslimin. Berikutnya ada juga yang dinamai dengan pengajian taharatul qulub, wal ashri, wal fajri, pengajian malam jumat dan seterusnya. Khusus mengenai pengajian Sapa Tresna, ini adalah pengajian bagi para pekerja home industry batik yang merupakan cikal bakal lahirnya gerakan Aisyiyah.

Namun akhir-akhir ini ada gejala menurunnya semangat untuk menghadiri pengajian Muhammadiyah di kalangan pimpinan, tulis seorang kawan sekaligus kader Muhammadiyah di Jawa Timur. Menurutnya mereka bersedia menjadi pimpinan tetapi enggan mengikuti pengajian dengan berbagai alasan.

Ada yang merasa pengajiannya tidak menambah wawasan dan literasi keagamaan. Ada yang menganggap menyimak pengajian di medsos dengan ustadz yang viral lebih baik. Ada juga yang merasa bukan levelnya karena diselenggarakan ditingkat PCM ataupun PRM.

Di tingkat AMM juga demikian kader Muda Muhammadiyah lebih senang mendengar celotehan para politisi daripada pencerahan seorang ustaz. Mereka lebih suka “hangout” ke kafe daripada ke masjid.

Penulis tidak ingin bersikap resisten dan menyoal sejauh mana kebenaran konklusi di atas. Sebaliknya mari kita lebih receptive dengan menjadikan ini sebagai pengingat sekaligus masukan yang baik dan bermanfaat untuk dijadikan bahan muhasabah terutama bagi kita para pimpinan.

Tidak bisa dipungkiri ada sisi lain yang membuat pengajian cenderung “garing dan boring”, yaitu format pengajian yang terkesan menjadi “monolog” alias satu arah. Tidak ada dialog interaktif dengan mustami untuk pendalaman materi sekaligus memperkaya perspektif, yang tentunya akan membuat suasana pengajian menjadi lebih menarik dan lebih hidup.

Sudah dimaklumi bersama, sebagai organisasi yang egaliter, dialog dan berdiskusi merupakan tradisi Muhammadiyah, dan ini merupakan “distingsi” yang menjadi pembeda dengan kegiatan yang sama di tempat lain.

Dalam kerangka ini, perlu menjadi bahan renungan kita bersama lontaran kritik tajam dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir tentang pengajian di Persyarikatan. Menurut beliau selama ini pengajian Muhammadiyah cenderung monoton. Tema tema khusus yang bernas dan mendalam penting menjadi menu pengajian jamaah . Pengajian di jamaah Muhammadiyah temanya terlalu umum dan ceramah semata yang kadang karena pengayaan materinya kurang menjadi membosankan.

Prof. Haedar menambahkan, apapun materinya haruslah yang mendalam dan memberikan pencerahan kepada umat, bukan asal-asalan termasuk asal meriah. Ciri khas pengajian Muhammadiyah justru terletak pada materinya yang kaya dan mencerahkan, ujarnya.

Setidaknya ada dua poin penting yang bisa kita catat dari pengajian. Pertama, sebagai ajang silaturahmi sekaligus bertukar pikiran dan menyerap gagasan dan masukan tentang organisasi yang muncul ketika pengajian. Kedua, pengajian menjadi forum pembinaan dan penguatan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) bagi kader, anggota dan simpatisan Muhammadiyah. Sehingga jamaah secara ideologi, manhaj dan paham agama akan semakin kuat dan kokoh.

Ditengah maraknya minat jamaah menghadiri pengajian yang diselenggarakan oleh berbagai gerakan Islam pendatang baru seperti Salafi, MTA, Jamaah Tabligh,dan Tarbiyah .

Maka menjadi sangat ironis jika ada pimpinan yang tidak committed dengan pengajian Muhammadiyah. Oleh karena itu, sambil berproses menuju perbaikan, kepada para pimpinan mari kita makmurkan pengajian Muhammadiyah di semua level, baik cabang maupun ranting. Kalau bukan kita siapa lagi?

Citizen Journalism

Komentari

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tren

Laman ini didedikasikan untuk warga net mengedepankan kedekatan. Terbuka untuk terlibat menuangkan gagasan ke dalam tulisan dan mewartakan aktivitas lapangan sejalan dengan kaidah jurnalistik.

SIlakan bergabung.

Kontak kami

Alamat: Jl. Kalawagar Singaparna Tasikmalaya
Telefon: (+62) 01234-5678
Email: redaksi@tasikmu.com

Copyright © 2019 TASIKMU | MVP | powered by Wordpress.

Ke Atas