CIPATUJAH, TASIKMU—Kegiatan pengajian diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Tasikmalaya. Bertempat di Masjid Al-Muttaqien, Kampung Cibunut, Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah; Ahad (4/8/2019).
Pengajian berlangsung selepas Duhur. Pada pagi harinya—hingga Duhur—di halaman masjid tersebut berlangsung kegiatan pengobatan gratis. Kegiatan tersebut terselenggara atas sponsor LazisMu Kabupaten Tasikmalaya, bekerja sama dengan Klinik Aisyiyah Muhammadiyah Singaparna; juga bersinergi dengan Fikes Umtas.
“Ngaji Tsunami”, demikian tema pengajian yang juga berbarengan dengan kegiatan Ekspedisi Destana Tsunami tersebut. Ustad Yusep Rafiqi Yuqi, dari PDM Kabupaten Tasikmalaya, bertindak sebagai penceramah.
Setelah menyitir beberapa ayat dari surah Hud, yang berkenaan dengan kisah Nabi Nus a.s.; Yusep membuat mustami sejenak tersentak dengan pernyataan, “Gempa itu tidak berbahaya”.
Lebih jauh kemudian ia menerangkan, bahwa jika gempa terjadi saat masunia berada di lapangan; yang terasa hanya getaran tidak membahayakan. Yang membahayakan adalah bangunan yang tidak ramah gempa, yang dapat roboh saat digoyang getaran keras. Bangunan—atau apapun—yang dapat robohlah penyebab manusia celaka. Misalnya patah tulang, bahkan sampai meninggal dunia.
Kisah Nabi Nuh a.s., lanjut Yusep, sejatinya telah memberi gambaran tentang langkah mitigasi. Nabi Nuh a.s. membuat bahtera, kemudian menyeru umatnya untuk naik ke dalamnya. Melalui kisah tersebut juga Allah menegaskan bahwa hanya mereka yang diridoi-Nya yang akan selamat dari bencana. Buktinya, bahkan putra Nabi Nuh sendiri, yang dengan pongah menolak seruan bapaknya, tenggelam ditelan “tsunami” setinggi gunung.
“Hari ini, di sini, mungkin tidak ada bahtera sebesar bahteranya Nabi Nuh a.s. Maka, segeralah merapat ke dalam “bahtera mitigasi”. Segeralah bersiap siaga atas segala kemungkinan terburuk. Di Muhammadiyah setidaknya ada Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), LazisMu dan Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB),” ujarnya.
Yusep juga mengingatkan soal pola pikir manusia atas fenomena alam yang terjadi. Pada prinsipnya, katanya, itulah bentuk dari kasih sayang Allah. Sebab dalam tsunami yang terjadi, Allah sedang membersihkan mineral-mineral air laut dari segala kotoran.
Dengan demikian, jika ada yang perlu disalahkan, manusialah yang paling layak disalahkan, bukan Allah. Sebab manusia yang sudah mencemari kadar mineral air laut dengan kebiasaannya ringan tangan membuang sampah sembarangan.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” demikian Yusep menyitir surat Ar-Rum (41).