Oleh Rony Mardyana
Ketua Umum PK IMM HISYAM UNSIL
Momentum permusyawaratan telah selesai. Tahun baru telah berjalan selama sepekan lebih. Gagasan serta pemikiran baru telah dikonsepkan. Problematika dalam berikatan terus digali sebagai upaya untuk menciptakan tatanan ikatan yang lebih baik. Waktu janganlah dijadikan sebagai sesuatu yang berlalu, tetapi menjadi sebuah renungan untuk pikiran yang lebih maju.
Menyongsong kepemimpinan baru dalam ikatan serta tahun ajaran baru dalam perkuliahan diperlukan suatu gebrakan. Pergantian tampuk pimpinan bukan hanya sebuah rutinitas, tetapi merupakan proses untuk regenerasi menciptakan kader yang lebih berkualitas. Kelas ataupun perkuliahan yang harus dilalui bukan hanya mengacu pada nilai IPK dan ego sendiri, tetapi harus sebanding lurus dengan tingginya rasa solidaritas dan sebuah empati.
Spirit yang dibangun dalam bingkai fastabiqul khoirat bukan hanya mengacu pada berlomba-lomba dalam kebaikan. Tetapi menjadi sebuah awal pencetus gagasan dan pendobrakan kebiasaan harus menjadi sebuah keniscayaan. Jalan menuju kebaikan sendiri sudah pasti melalui jalan yang terjal, bukan dengan melalui jalan yang mulus tanpa sebuah hambatan. Sejatinya dalam berIkatan pun secara umum semua merasakan hal yang demikian.
Apa yang menjadi sebuah persoalan dalam menjalankan roda Ikatan adalah kurangnya pengakuan serta tingginya hasrat untuk mendapatkan martabat dan penghargaan. Sejalan apa yang diungkapkan oleh Hegel sebagaimana dikutip oleh Fukuyama bahwa manusia pada hakikatnya berjuang untuk memperoleh pengakuan. Kendati istilah “diakui” ini –atau dalam bahasa Yunani: thymos- ¬yang dimaksud Fukuyama (1992) konteksnya mengacu pada perkembangan tahapan demokrasi liberal, namun setelah berpikir hal ini relevan dalam memandang problematika ber-Ikatan.
Kurangnya hasrat pengakuan ini bisa dilihat korelasinya dengan yang terjadi pada sebagian kader Ikatan ketika menghadapi realitas ber-Ikatan dan organisasi / perkuliahan. Kehidupan kampus dengan segala kemewahan dan fasilitas yang dimilikinya mampu memberikan martabat dan kehormatan yang lebih dalam memenuhi kebutuhan eksistensi dan pengakuan. SDM yang ramai, penghormatan yang tinggi, narsisme serta dikenal lebih luas, ataupun kemudahan pikiran dan anggaran menjadi sebuah catatan garansi yang sebagian pasti didapatkan.
Lain halnya berbanding terbalik dengan keadaan ber-Ikatan yang terkadang hidup dan bergerak dijalan sepi, sunyi tanpa banyak dikenali, kurangnya pengawasan otoritas, ataupun pusing mencari anggaran dan bahkan mengeluarkan materi sendiri, menjadi sebuah tantangan dan bermuara pada kurangnya hasrat pengakuan. Semua ini menjadi sebuah batu ujian seorang kader, dan dalam tingkat yang paling akhir bisa mengangkat bendera putih bahkan keluar dari zona “kelelahan” ini. Jalan gerakan inilah yang memang kurang baik, akan tetapi pada realitasnya terjadi pada kader Ikatan dan disebut sebuah kebiasaan umum sebagai landasan pembenaran.
Tentu saja pada hakikatnya semua kader saling mengisi dan saling melengkapi. Menjadi penggerak di lingkungan kampus ataupun di lingkungan diluar Ikatan menjadi sebuah keharusan dengan memberikan bukti konkret bahwa kader Ikatan harus mampu berdiaspora dan memberikan perubahan. Maka, yang diperlukan untuk menyatukan seluruh linimasa potensi kader ini adalah kolaborasi dengan saling membahagiakan satu sama lain dengan satu frekuensi tujuan yang sama dengan selalu mengingat landasan firman Tuhan QS Ali-Imran: 104.
Sebagai upaya untuk menjalankan spirit Ali-Imran 104 inilah maka diperlukan sebuah metode baru dalam menyatukan gerakan ketika mulai memutar roda Ikatan. Dan kader sebagai penggerak roda Ikatan harus mampu meningkatkan kesadaran serta bisa saling membenahi tanpa saling menyalahkan. Disinilah diperlukan rasa saling memiliki dan merekatkan kolaborasi antar kader sebagai untuk memulai proyeksi baru ini.
Dan sebagai akhir tulisan ini bukan bertujuan untuk mendikotomi kader Ikatan yang loyal atau yang tidak, tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa sekecil apapun kebaikan yang dilakukan pada Ikatan khususnya tentu akan mendapat balasan, dan dalam rangka menunggu balasan kebaikan itu mari kita sambut dengan penuh kegembiraaan, kita lakukan gerakan dengan merekatkan kembali Ikatan dan semoga kita bisa berkolaborasi dengan rasa saling membahagiakan.