Nalar

Pengaruh Budaya Membaca Kaum Muda Indonesia terhadap Logika Pendidikan

Oleh : Ari Awalu Romadon

Ketua Umum KORKOM IMM UMTAS
Membaca adalah sebuah jembatan untuk sebuah karya, serta hidup atau matinya nalar dan logika di kehidupan manusia tergantung dari daya bacanya. Kita ketahui bahwa membaca adalah jendela dunia, artinya roda kita tidak jauh dari huruf-angka, lalu mengaplikasikannya dengan demikian nalar serta logika akan bertumbuh kembang dengan apa yang sudah kita baca. Semestinya, sebagai orang dewasa harus lebih paham dalam menangani masalah literasi khususnya membaca. Andragogi ini mulai berjalan dengan baik dan benar, sesuai dengan pedoman yang dianut akan berakibat positif.

Dunia pendidikan tidak akan lepas dari budaya membaca, namun kenyataan hanya ada sedikit yang sadar akan budaya membaca. Interpretasinya banyak yang menyangkal bahwa membaca itu tidak berdampak negatif dalam hidup, padahal bila mengaca dalam landasan agama Islam kata fundamental itu membaca atau iqro.

Di zaman Global ini banyak tantangan yang harus di kupas sampai ke akar-akarnya, pemuda-pemudi di era milenial tetaplah berjalan di koridor yang benar, meskipun zaman sudah semakin canggih, pemuda-pemudi jangan sampai tenggalam terbawa arus, akan tetapi harus bisa menentang arus bahwa pemuda-pemudi dengan semangat mudanya membangun daya intelektualnya dengan membaca. Hidup di dasari oleh logika yang sehat akan berbuah kesimpulan yang primer sehingga dalam memulai aktivitas akan sesuai dengan apa yang di pikirkan oleh individu tersebut (pemuda-pemudi).

Hidupnya logika pemuda-pemudi akan menghasilkan produk yang baik. Dimulai dari membaca muncullah pendidikan berbudaya berbasis karakter yang mutlak. Oleh karena itu, pemuda-pemudi harapan bangsa Indonesia sudah seharusnya bangkit dari kegelapan dunia membaca, jadikanlah diri sebuah produk yang baik dari hasil membaca. Karakter yang muncul itu di pengaruhi oleh asupan-asupan yang biasa di konsumsi, maka dari itu jadikan membaca sebuah asupan pokok dalam kehidupan pemuda-pemudi.

Pembeda pemuda-pemudi yang berkarakter mutlak dilihat dari daya bacanya bila daya baca masih rendah akan robohlah karakter yang dimilikinya, di sisi lain bila pemuda-pemudi semakin kuat daya bacanya niscaya karakterpun akan tumbuh secara mutlak dan kokoh.

Fenomena-fenomena sekarang pemuda tergiur oleh asyiknya kecanggihan teknologi, seperti main games, dan media sosial. Sangat baik bila individu bisa memanfaatkan teknologi tersebut dan disandingkan dengan membaca, contoh kongkretnya games atau membuat aplikasi games yang berbobot bernilai mengandung unsur-unsur membaca. Tapi sayang yang terjadi saat ini pemuda-pemudi termakan oleh hasutan-hasutan games dan media sosial yang menjadikan mereka lupa dengan tugas perkembangannya.

Dunia pemuda-pemudi saat ini hanya memiliki pikiran bermain, nongkrong, dan happy – happy saja, yang tentunya akan berakibat fatal di kemudian hari sangat ironis pemuda – pemudi sekarang yang tidak bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk berbudaya dalam membaca. Padahal sangat banyak kegiatan-kegiatan positif yang bisa mereka lalukan di zaman global ini, namun naasnya mereka belum mampu sadar akan hal itu. Pada akhirnya logika mereka teralihkan oleh dunia-dunia utopis tanpa ada landasan yang primer.

Sering terjadi budaya-budaya mereka saat ini yang menghiraukan masyarakat, bahkan orangtuanya sendiri akibat dari perilakunya, tak heran untuk saat ini gaya dan perilaku pemuda-pemudi sekarang jauh dari apa yang mereka miliki atau dengan kata lain hedonis. Mereka melalukan kegiatan-kegiatan tersebut secara tidak langsung menindas pikirannya.
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 Sebelum Masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 Sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknyapemikiran kita (Surajiyo, Sugeng Astanto & Sri Andiani, 2017:03). Jelas kaum muda sudah harus eksplisit dalam memakai dan memaknai logika, agar dapat berbudaya dalam hal literasi, kita ketahui bahwa di literasi harus ada sebuah pemikiran atau pikiran yang linier atau sejalur dengan apa yang di baca.

Undang-Undang No.20 tahun2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.” (Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2016:03). Sedangkan Paulo Freire (2007) menyatakan “tindakan dan pikiran akan menghasilkan kata, lalu kata akan berbuah karya, sedangkan karya akan menjadi praxis” praxis artinya manunggal karsa, kata, dan karya. Albert Ellis mengemukakan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi baik utnuk berpikir rasional dan jujur, maupun untuk berpikir irasional dan jahat (Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2016:111).

Kaitannya dengan membaca jelas dalam UU No.20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 salahsaltu tujuannya itu “berilmu.” Manusia berilmu di awali dengan membaca, selanjutnya Paulo Freire manusia itu berkarya dengan dilandasi oleh sebuah kata yang artinya kata itu muncul dari sebuah buku atau bacaan. Kemudian Albert Ellis dalam hakikat manusia memiliki potensi rasional dan irasional, manusia tersebut hidup jujur atau jahat tergantung dari apa yang ia baca dan di kerjakan. Jelas untuk membangun semangat dalam membaca banyak landasan yang kuat untuk pemuda-pemudi lebih produktif dan masif, jika pemuda sudah memahami hakikatnya dengan landasan kuat pasti hidup dalam logika yang sempurna.
Logika modal awal yang harus mereka miliki untuk sebuah perubahan signifikan, artinya sebagai kaum muda seyogianya sadar bahwa diri dan jiwanya jangan sampai di jajah oleh kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik. Akan tetapi, muncul menampakan jati dirinya dengan segenggam logika komprehensif serta intelegensi yang kuat juga. Kaum muda akan mampu menghadapi dan mengubah situasi kondisi solutif untuk diri serta lingkungannya, banyak cara yang bisa dilakukan oleh kaum muda, seperti: mendirikan komunitas, menjelma sebagai leader, memakai dan memaknai pola pikirnya. Selanjutnya, ia akan paham betul mengenai jati dirinya sebagai kaum muda.

Muda mengasih, mengaji, serta mengabdi, adalah orientasi efektif selaku pemuda-pemudi di era global ini, tampakan senyum kehidupan supaya hidup mengasih, mengaji, dan mengabdi akan selalu ada. Keproduktifan muncul bila kaum muda merasakan indahnya membaca, karena pada hakikatnya membaca adalah jalan bagi individu yang haus menapaki ilmu dengan kesadaran absolut. Perjalanan hidup produktif di tapaki oleh membaca, keabsolutan membaca di peroleh oleh bangunnya kaum muda dalam kehausan mencari ilmu, serta ilmu akan terasa apabila di pakai atau di implementasikan secara komprehensif.
Indonesia bangga kepada kaum muda yang bangun dan bergerak dalam rangka mengupas kejahatan – kejahatan dalam lingkup kemasyarakatan, keremajaan, kepemudaan, apalagi menyalahgunakan intelegensinya untuk kesenangan-kesenangan belaka tanpa melihat dampak yang akan dirasakan di masa yang akan datang. Maka dari itu, membaca di barengi oleh Iman dan Ihsan akan mendapatkan intelegensi yang baik dan benar sesuai dengan hukum negara dan masyarakat. Membangun budaya literasi tidak akan menyesatkan pembaca apabila logika itu bermain sebagaimana mestinya dan mendapatkan kesimpulan primer.

Sudah semestinya kaum muda bangkit dari keterpurukannya dunia suram dengan cara, baca, baca, dan baca. Untuk membangun daya intelektualnya, membangun gerakan masif militansi, masyarakat Indonesia membutuhkan kaum muda dengan pemikiran-pemikiran berlian dari hasil bacaannya.

Penulis mengajak kepada seluruh generasi milenial agar masyarakat tahu bahwa kaum mudalah yang akan mengguncangkan dunia dengan literasinya, akan membanggakan diri, masyarakat, dan negara Republik Indonesia yang dicintai ini, bukan hanya literasinya saja akan tetapi dengan gerakan-gerakan militansi, untuk perubahan yang lebih baik terang benderang, bergotong royong, menciptakan budaya literasi, serta menjalani salahsatu pilar negara yakni Bhineka Tunggal Ika. Indonesia hidup di kelilingi kaum muda berprestasi, berintelegensi baik, serta iman ihsan pastinya negara ini kokoh di lapisi oleh benteng-benteng kuat, yakni Kaum Muda Pembangun Literasi Masif.

REFERENSI
Surajiyo, Astanto, Sugeng & Andiani, Sri. 2017. Dasar – Dasar Logika. Cetakan kesepuluh. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika, A. 2016. Landasan Bimbingan & Konseling. Cetakan kesembilan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Freire, Paulo. 2007. Politik Pendidikan. Cetakan keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Citizen Journalism

Komentari

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tren

Laman ini didedikasikan untuk warga net mengedepankan kedekatan. Terbuka untuk terlibat menuangkan gagasan ke dalam tulisan dan mewartakan aktivitas lapangan sejalan dengan kaidah jurnalistik.

SIlakan bergabung.

Kontak kami

Alamat: Jl. Kalawagar Singaparna Tasikmalaya
Telefon: (+62) 01234-5678
Email: redaksi@tasikmu.com

Copyright © 2019 TASIKMU | MVP | powered by Wordpress.

Ke Atas